Pembalasan Di Balas Kematian {1}

Terjatuhnya Sang Bintang

"I'm not afraid, I'm not afraid | To take a stand, It's been a ride | Everybody, I guess I had to | go to that place | to get to this one | Now some of you | Might still be in the place | If you're tryin' to get out | Just follow me | I'll get you there,

You can try and read my lyrics off of this paper before I lay 'em | But you won't take this sting out these words before I say 'em | 'Cause ain't no way I'm a let you stop me from causin' mayhem ..."

Lagu rap milik King of Rap Eminem itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Meskipun dia seorang wanita, namun para penonton bersorak seolah-olah dia adalah anak dari Sang Rapper tersebut. Namun, meskipun banyak yang membencinya. Dia tetap menyanyi. Termasuk teman satu band nya, mungkin tidak suka jika wanita yang dia cintai justru berubah menjadi sosok terkenal karena kelakiannya.

Sorakan semakin ramai, ketika lagu yang menjadi favorit remaja tahun itu mengenai musik rap, yang mulai merajai industri musik dunia. Lagi-lagi milik Sang Rapper, King Eminem itu - "Lose Yourself". Dari yang meloncat sampai membuat lingkaran, bahkan ada yang memutar-mutar bajunya seakan itu adalah bendera.

Gadis berambut hitam sebahu ini turun, menyapa para sahabatnya. Senyumnya bahkan tidak pernah hilang. Ketika itu, menemui seorang--salah satu teman lamanya yang hadir malam itu. Mengenakan topi fedora dan jas yang tak layak digunakan untuk festival seperti itu.

"Hei--kau datang juga, aku tak menyangka." mereka berpelukan, seolah-olah itu sudah hal yang biasa mereka lakukan. "Apa kabarmu?" gadis itu tersenyum nakal, "Harusnya kau tahu, di sana orang-orang mulai gila, dan membuatku ingin segera turun." Dia tidak tertawa, hanya mengacak rambutnya. "Kemana saja kau? Apakah ada kemajuan dengan otakmu?" Dia menggeleng, mereka pindah ke tempat sepi.

"Entahlah, semakin banyak kasus yang kupecahkan. Justru otak ini seakan terhambat dengan lagu-lagu yang kau nyanyikan itu." Si gadis hanya tertawa, "Bagaimana, kau sudah baca buku itu?" Dia menunjukkan sebuah buku agak tebal, bercover coklat dengan tulisan yang tak bisa di baca. "Aku tak sanggup untuk membacanya. Mungkin nanti setelah bertanding dengan mereka." Lelaki itu hanya tersenyum dan meninggalkannya tanpa pamit. Gadis itu sudah tahu, hanya saja. Dia tak beranjak pergi dari duduknya.

Membuka halaman demi halaman, tiap kali di buka pikirannya tak bisa berhenti menerjemah apa isi sebenarnya dalam buku itu. Tak banyak yang tahu, dan mungkin dia salah satunya. Tak bisa menangkap apa maksud seorang menulis begitu hal yang sangat asing baginya. Namun, ada satu hal yang takkan kuceritakan mengenai apakah buku tersebut mampu dia baca.

***

Malam semakin beranjak, namun arena yang menjadi ajang festival musik itu terus ramai. Justru semakin larut, banyak yang datang entah hanya mampir atau sekedar menonton dan bertemu dengan musisi lokal. Tak hanya itu, stan yang tadi kosong kini penuh dengan penjual makanan malam. Di saat yang lain asyik berjingkrak. Seseorang ditepian duduk sendiri. Di tengah orang-orang yang bersorak. Namun, pikirannya tidak terganggu. Fokus pada apa yang dia baca. Ketika sedang berpikir, sesosok menghampirinya. Membuatnya terkejut.

"Daritadi kerjaannya hanya duduk dan membaca buku, belum selesai ya?" dia mendongak ke atas, mengetahui siapa yang mengajaknya berbicara, dia mengeser tempat duduknya. Cukup untuknya, "Apa sih yang kau baca?" penasaran, dia menengok ke arah lebih dalam, agar terkena cahaya bulan, gadis tadi mengarahkannya persis di depan matanya.

"Heii-heii, aku justru tak bisa melihat," geramnya kesal, "Hahaha, maaf-maaf..." mereka bercanda selayaknya teman biasa. Namun, sebuah lirikan tajam jauh memandang mereka. Tidak, dia tidak membencinya. Hanya saja, kenapa bukan dia? Yang bebas bersendau gurau. "Aku duluan ya, sepertinya sudah giliranku." dia beranjak dan itu membuatnya lega, "Ohya, mereka jelas membutuhkanmu. Silakan."

Gadis ini berjalan. Tepat menuju si dia. Yang sedari awal hanya duduk mengamati jalurnya pertunjukkan musik ini. "Bosen ya?" tanyanya tanpa segera mempersilakan si gadis duduk. Dia hanya tersenyum dan mengangguk. "Boleh aku duduk?" tanyanya tanpa basa-basi. "Boleh kok, boleh, sini..."

"Sedang baca buku apa sih? Daritadi aku lihat kamu, cuma itu doank yang kau pegang." gadis itu jelas terkejut. Sejak kapan cowok ini memperhatikannya. Tidak biasanya. "Hanya novel biasa," dia mengangguk dan gadis itu melanjutkan membacanya. Tanpa sadar, mata pandanya memaksanya untuk menguap.

"Ngantuk ya?" mau bagaimana lagi, ini sudah ngaret 2 jam seharusnya giliran dia dan band nya yang manggung. Entah sampai kapan musik ini akan berhenti. "Iya, hehee..." si cowok dengan lembut menarik kepalanya, untuk bersandar di bahunya. Gadis ini bukan terkejut lagi, tapi hampir terjatuh, hatinya...

"Gapapa, udah tidur aja dulu, ntar gue bangunin." dia menelan ludah, agak malu juga sih, masalahnya ini di tempat umum. Ya, mereka memang sedang tidak menyadarinya. Namun, bagaimana kalau tiba-tiba pandangan mereka terhenti pada - keduanya?? "Tenang aja, jalan acaranya masih panjang." dia hanya mengangguk, dan melenyapkan pandangannya. 

***

"Hei, bangun..." gadis itu hanya mengeliat sekali. Ketika bukunya hampir terjatuh dari pangkuannya. Segera cowok itu menangkapnya, sebelum benar-benar mengenai tanah. Jelas sekali benda berharga milik gadis itu, dia tak mau mengotorinya. "Baiklah, apakah sebentar lagi giliran kita?"

"Hmm... ya ku rasa," dia memutar bola matanya. "Pegang dulu, aku akan kembali." dia baru saja akan beranjak. Ketika tangannya ditarik perlahan. "Aku pergi ke toilet bentar, okay?" dia tersenyum, "Baiklah. Hati-hati. Aku rasa, pihak panitia sedang di luar semua. Jadi di sana kemungkinan kosong." dia mengangguk, "Ya aku mengerti."

Ruang panitia yang tadinya ramai, terlihat penuh sampah dan rokok yang telah mati apinya. Dia berjalan cepat menuju kamar mandi. Berlabel 'ladies'  tentunya. Ketika memasukinya, dia tak merasakan apapun. Kecuali hawa kantuk yang semakin menjadi. Dan seperti biasa, bau khas toilet. Meskipun ini salah satu bagian dari toilet di restaurant. Tetap saja kesannya menjijikan. Dia segera keluar dari bilik salah satu kamar mandi yang memang kosong semua.

Ketika gadis itu sedang mencuci tangan dan sebagian wajahnya, dia merasa segar namun... sebuah perasaan atau lebih tepatnya firasat yang tidak mengenakkan menghampirinya. Dia tahu ini bukan saatnya, jadi dia menepisnya.Sebelum beranjak dari cermin kamar mandi. Dia sekali lagi mengecek kerapiannya. Dari mulai kaos hitam dan celana denim hitam serta sepatu hitam. Cocok semua! Tapi, ketika dia berbalik.

Tiba-tiba, sesosok entah dari mana datangnya. Tiba-tiba menyergapnya. Dia yang tidak siap langsung terjungkal. Ke tembok hingga tulangnya membentur ke belakang. Terkejut, belum sempat dia melayangkan tinjunya. Pisau maut itu telah menembus tubuhnya. Darah memuncrat kemana-mana. Segera orang itu berlari meninggalkannya. Terpana karena seluruh bajunya terkena darahnya, bahkan sakit yang merajalela membuatnya hampir tak bisa bernapas.

Dia tak tahu, apa yang sedang terjadi. Mengapa ini bisa terjadi. Padanya?? Dan siapa tadi? Tiba-tiba punya hak untuk masuk ke ruang khusus panitia. Bodoh! Kemana mereka perginya? Di saat ini justru inilah kesempatan yang sangat besar. Bagi siapa pun yang berbuat hal di luar dugaan. Sembari memegangi perutnya yang terluka. Dia terus berpikir, bagaimana ini? Dan di sana, pasti mereka telah menunggunya. Oh, shit! Perlahan, mata itu menutup kantungnya. Dan tubuhnya ambruk seketika. Bersamaan musik yang terus menggelegar wisata festival musik malam itu. Tanpa ada yang menyadari, pembunuhan baru saja terjadi.

...

Bersambung,

0 komentar:

Posting Komentar