Pencarian dan Penyelidikan
...
Dia baru saja akan keluar dari toilet, ketika
sesosok. Menggunakan tudung kepala, entah lelaki atau wanita dia masih belum
mengamatinya. Seluruh tubuhnya diwarnai dengan pakaian serba gelap. Membuat
semakin hitam kacamata yang dikenakannya. Dengan tangan panjangnya. dia
berhasil mengenai tubuhnya. Untung bukan bagian yang vital. Dia sempat sadar
namun terlambat, karena tubuhnya sudah terlanjur ambruk.
Di tengah hiruk pikuknya musik rock yang
memekakkan telinga. Sesosok calon mayat tergeletak begitu saja di belakang
pintu kamar mandi wanita. Dia mulai menuliskan garis-garis kematian, yang nanti
jika ada yang menemukannya. Entah siapa dia, dia berharap itu akan membantunya
menuju sang pelaku yang sebenarnya.
Sedangkan di luar, orang-orang mulai hilang akal
sehatnya. Si MC berulang kali membuat seolah-olah suasana semakin panas. Saat
itu, tidak ada yang menyadari. Tak kecuali sang detektif yang tak jauh dari
tempat lokasi tersebut. Meskipun dia dari tadi sudah menyadari ada yang tidak
beres di sini. Entah apa itu. Yang pasti dia harus hanya diam dan mengamati.
Siapa tahu, bahwa...
***
“Oi! Di mana dia?” dua orang lelaki bertubuh
jangkung. Yang satunya hitam dan yang satunya lumayan putih warna kulitnya.
Mereka mendekati seorang lelaki yang kemudian melepas kacamatanya.
“Sungguh! Aku pun juga sedang mencarinya.
Apalagi, sudah hampir giliran kita main.” Dia menggeleng tak tahu harus
bagaimana. Sedangkan tangannya membawa sebuah buku, bercover coklat tebal.
“Apa itu yang kau bawa?” Cowok itu membolak-balik
buku tersebut. “Miliknya kah?” dia hanya mengangguk, mengamati kedua temannya
yang juga kebingungan.
Ketika itulah, seorang lelaki datang tak jauh
dari tempat mereka berbicang. Dengan raut muka yang kesal, karena permintaannya
terlalu lama menunggu.
“Hei, di mana vokalis kita? Sebentar lagi,
giliran kita nih. Bukankah dia bersamamu? Di mana dia sekarang?”
“Tadi aku juga lihat dia bareng kamu kan?”
desahan keluar dari mulut cowok item manis itu.
“Iya. Tadi, kami sempat ngobrol sebentar. Dia
izin ke toilet untuk basuh muka. Dan menitipku ini. Hanya saja, sejak tadi dia
belum kembali.” Terangnya dengan gugup. Takut dianggap bohong mungkin.
“Toilet?” tanya cowok berambut gondrong, “Toilet yang
di panitia itukah?” ujar si jangkung hitam.
“Wait, wait... Bukankah saat ini ruang
kepanitiaan kosong?” tanya si rambut
gondrong.
“Berarti, toilet...”
“Iya, aku juga sudah beritahu dia untuk
hati-hati.” Dia mendesah, kali ini lebih lama dan berat, “Ini kesalahanku.” Dia
menunduk semakin dalam.
“Baiklah, kalau begitu lebih baik kita cari dulu
di sana.” Mereka mengangguk, keempat cowok itu beranjak menuju ruang
kepanitiaan. Tak tanggung-tanggung, mereka juga terkejut mengapa si gadis
mereka berani kemari sendirian di saat seperti ini sangatlah rawan.
Suasana di ruang kepanitiaan sama saat seperti si
gadis itu memasukinya pertama kali. Tapi kali ini, suasana itu tak terasa
begitu menyeramkan. Mungkin karena bersama-sama memasukinya. Namun, tetap saja.
Ada sesuatu yang lebih penting buat mereka. Dan kini mereka berusaha
mencarinya. Apapun resikonya.
Pertama, mereka tak langsung menuju toilet.
Meskipun jelas kelihatan, tak ada siapapun di sini. Dan mereka, sempat ragu.
Apakah akan memasuki toilet satu-satunya ini? Karena toilet berlabel gentleman itu, di papan pintunya.
Tertulis bahwa toilet ini sedang dalam masa perbaikan.
“Eh, masa iya sih toilet ini rusak?” kata si
jangkung hitam.
“Iya nih, lalu selama ini ... yang cowok ke
mana?” ujar si jangkung putih. “Masa’ iya di sini??” tunjuknya pada toilet ladies.
“Sudahlah, lebih baik kita cari bersama-sama.” Keduanya
mengangguk.
“Hei, yakin kita masuk ke sini? Ini toilet cewek
lho.”
“Kau lebih baik daripada banci, benarkan?”
“Okay, ayo! Aku juga tak peduli apakah di sana
ada gadis.”
“Dan aku tak takut kalau para gadis itu berteriak
nanti.”
“Haha, yang benar saja!”
Keempatnya memasuki toilet cewek. Meskipun semua
bilik dalam keadaan setengah terbuka. Mereka tetap saja ragu, untuk membukanya.
“Sial! Kemana wanita itu di saat kita
membutuhkannya.” Si gondrong mulai ngawur membuka paksa bilik yang tak terkunci
itu.
Dan setelah memastikan bahwa tidak ada orang yang
mereka cari. Bahkan tiada siapapun di sini. Mereka keluar dengan wajah keringat
dingin.
“Bagaimana ini? Dia tak ada di sini.”
“Benar, ada yang punya ide?” semua menggeleng.
Mereka terlihat kebingungan. Tak mungkin mereka
maju tanpanya. Apalagi sampai membatalkannya. Memang benar sih, si gondrong
vokalis utama. Tapi tetap saja, ini tak bisa diandilkan!
Saat kebingungan melanda mereka, salah satu dari
mereka terlihat sedang berpikir keras. “Wait, mungkin dia coba kabur dari
kontes ini.” Begitu kata-kata itu meluncur dari mulutnya. Semua menenggok
dengan heran. Mana mungkin? Meskipun dia ada sesuatu yang penting. Tak mungkin
dia langsung menghilang begitu saja. “Kemudian, dia langsung mengambil mobilnya
dan pergi begitu saja.”
“Hei, ini kunci mobilnya lho!” si pembawa buku
itu langsung menunjukkan kunci mobil miliknya. “Lagian, mana mungkin. Segawat
apapun keadaan di luar sana baginya, dia tetap akan memberitahu kita. Paling
tidak lewat telepon. Dan sekarang? Apakah kalian menerima panggilan darinya??”
mereka semua menggeleng dan membenarkan omongannya yang terbilang masuk akal.
“Tapi bisa saja, dia kan pandai mencuri. Mungkin
mobil itu kini sudah melaju kencang. Lebih baik kita cek dulu di parkiran.”
Mereka kali ini juga mengangguk, tanpa menyela. Jalanan menuju parkiran tidak
sejauh tapi juga tidak dekat dengan tempat tersebut. Ketika melewati gerombolan
orang yang mabuk mengikuti hentakan musik. Tanpa sadar, ada yang mengetahui
kegelisahan mereka dan mungkin orang ini sangatlah penasaran. Bisa jadi.
Ketika langkah mereka menyusuri motor, dan
melihat mobil merah yang terparkir persis seperti saat pertama datang. Lagi,
keheranan menyelimuti bulu kuduk mereka. Ada apa ini sebenarnya? Ke manakah
dia?
“Sepertinya, memang sulit.”
“Ya, dugaan kita memang tak pernah setajam dia.”
“Benar, jadi...?”
“So? Lebih baik kita kembali, dan ya menunggu,
atau entahlah. Yang penting kita ke sana dulu.”
Belum sempat mereka berbalik arah. Seorang pria
menghampiri mereka. Gerak-geriknya tak mencurigakan mereka. Tentu saja, dia
salah satu dari penonton yang mungkin merasa bosan. Tidak.
“Ada apa dengan kalian?” mereka semua saling
pandang, tak tahu harus bagaimana. “Ku lihat kalian mondar-mandir ga jelas.
Harusnya kalian sudah di backstage.” Dia terlihat mencari seseorang lagi. “Ke
mana dia?”
Barulah, cair.
Sembari melangkah kembali ke pertunjukkan. Mereka
membicarakan apa yang telah terjadi di antara mereka. Sehingga menunda mereka
untuk bersiap di belakang panggung.
“Jadi, kalian sudah mencarinya ke mana-mana tapi
tetap tak menemukannya?”
“Yap, bahkan kita terpaksa masuk ke toilet
cewek.”
“Ya...”
“Dan, kalian tetap tidak menemukannya?”
Sekali lagi mereka mengangguk serentak.
“Apakah kalian yakin?” mereka agak bingung dengan
pertanyaannya. Jelas sekali, mereka yakin.
“Dia tak menyamar? Mungkin menjadi penonton, atau
bahkan...”
“No, no... Dia memang pintar dalam hal
penyamaran. Tapi dia tak seperti itu. Meskipun dia mengubah sedikit
penampilannya dari yang tadi. Kami pun masih bisa mengenalnya, iya kan?”
Si kacamata hitam itu mengangguk, “Aku kenal
dia.”
“Ya aku tahu itu,” kata si orang baru ini. “Tapi,
sudahkah kalian cari di setiap sudut toilet wanita?”
“Tentu saja, kami bahkan sempat takut mendobrak
tiap bilik. Kalau-kalau ada gadis di dalamnya.”
“Berarti kalian belum yakin mencarinya.” Mereka
jelas tak terima, “Ayo, kita cari lagi! Kali ini jangan sampai ada yang
terlewat! Harus teliti, meskipun sekecil apapun ruangan itu. Dan ingat,
petunjuk itu penting!” tapi bagaimana lagi, otaknya lebih encer soal analisis
di banding mereka.
***
Mereka berlima kembali memasuki ruang panitia.
Yang tetap saja terlihat sepi dan berantakan. Tapi, yang lebih mengejutkan
adalah...
“Aneh,” ujar si jangkung putih.
“Bukankah tadi toilet ini bermasalah? Kapan di
perbaikinya?” timpal si jangkung hitam.
“Hei, kalian yakin?” si dua jangkung ini
mengangguk. “Ya, dia yang menyadarinya. Saat itu pertama kali kami kemari.
Pintu toilet ini terpampang dengan jelas.”
“Kalau tidak salah, tulisannya ya ‘toilet ini
sedang dalam masa perbaikan’, begitu. Benar kan?”
“Benar, dan kalian juga melihatnya bukan?”
“Iya, maka dari itu kami berasumsi bahwa dia ada
di toilet wanita ini.” Ujar si gondrong.
“Okay, meskipun ini terdengar aneh. Apalagi
meskipun diperbaiki, pertanyaannya... Siapa dan kenapa malam ini?” ujar si
orang yang baru bergabung tadi.
“Benar, memang nya ada ya pengawai malam? Apalagi
perbaikinya cepat pula. Bukankah kita pergi tak ada satu jam? Benar kan?” kata
si hitam manis ini.
“Benar juga, kalau begitu memang sejak awal ada
yang aneh! Ayo, kita cari dulu di sini.”
Keempatnya mengikuti si jenius ini namun, “Wait,
bagaimana kalau kalian berdua pergi mencarinya juga di toilet pria. Barangkali,
tadi itu hanya untuk menutupi sebuah fakta bahwa...”
“Baiklah, kami akan mencarinya.” Mereka dibagi
menjadi dua, si gondrong dan hitam manis memasuki toilet wanita. Dan jangan
lupa dengan si baru tadi. Sisanya, para jangkung itu masuk ke toilet pria. Yang
mereka pikir ini jelas tak mungkin gadis itu masuk ke sini.
“Di sini tak ada dia!” teriak salah satu dari
mereka, meskipun yang satunya tetap membuka tiap bilik meskipun itu mustahil.
Karena bilik di toilet pria hanya satu. Beda dengan yang di sebelahnya.
Mereka juga sama, sama sekali tak menemukannya.
Bahkan tiap bilik itu kosong tiada gadis seperti yang mereka pikirkan. Memang
siapa yang akan berani ke sana sendirian?
“Kami juga tak menemukannya, di sini!” si rambut
gondrong terlanjur berkata. Ketika tiba-tiba, suara temannya membuatnya
berpaling.
“Tunggu sebentar! Apa ini?” orang baru tadi
segera menghampiri si hitam manis yang berjongkok. Hampir mengenai tembok.
Bukan, persisnya di belakang pintu dekat westafel.
Sebuah bercak merah, yang tak beraturan. Tepat
mengenai dinding tembok bercat putih. Orang baru tadi kemudia mencolek sedikit,
dan diarahkannya ke hidung. Setelah beberapa detik, yakin dengan penciumannya.
Di tambah sebelumnya dia merasakan bentuk cairan itu.
Terkejut, dia berdiri membuat semuanya tegang dan
berdiri. Begitu juga dengan si dua jangkung yang ikut bergabung, setelah
mendengar suara temannya. Mata si orang baru ini membulat. Seolah-olah masih
tidak yakin dengan apa yang dia temukan.
“Ini masih baru.” Ujarnya gemetaran dan terdengar
dingin. Seolah-olah aksen Indonesianya bercampur kental.
“Apa yang kau maksud, itu... darah?” tanya si
hitam manis dengan hati-hati. Sedangkan dia, hanya mengangguk mantap.
Jelas, wajah mereka terkejut bukan main. Tidak
mungkin. “Tapi ini aneh.” Mereka sedikit melepas keterkejutan itu. “Sebentar,
ke mana sebenarnya arah ini? Kenapa bentuknya seperti sengaja di buat? Atau...”
dia berpaling ke arah dua orang yang tadi diminta mencari di toilet pria.
Mereka menegang, takut ada yang salah dengan
mereka. Keduanya hanya diam dan mencoba menunduk. Tapi tetap saja, tidak bisa.
“Apakah kalian yakin, di sana tidak ada apa-apa?”
Kini, keduanya di landa kebingungan. Mengangguk
secepat mungkin dan terdengar kurang menyakinkan. Segera, pria ini berlari ke
arah toilet pria.
Mereka berempat keluar dari toilet wanita itu.
Jelas dengan wajah yang ketakutan. Mengikuti si pria ini. Terlihat dia sedang
berjongkok tak jauh dari pintu toilet, di sebuah bilik paling ujung. Sebelum
keempatnya melihat apa yang dia lakukan, dia segera keluar dari bilik itu. Dan
melihat ke arah atas, tepatnya lampu yang kalau kita amati. Bentuknya aneh, lampu
itu tak seharusnya hidup atau mati. Tapi...
“Kalau dugaanku benar,..” kemudian dia segera
berlari kembali ke tempat semula. Sedetik kemudian, dia sudah menyuruh
keempatnya.
“Kalian coba temukan tempat sampah atau apapun
itu, yang untuk menyembunyikan barang buktinya” dengan ketakutan mereka
berempat berpencar, “Kecuali kau! Ya, kau. Kemarilah.” Si kacamata hitam ini
masuk bersama lagi ke dalam toilet wanita.
“Apa tadi kau tidak melihat adanya bercak darah
ini?” dia menggeleng.
“Bahkan aku juga mengecek di bawah kolong
wastafel. Tak mungkin aku melewatkannya. Tapi tadi benar-benar bersih, tak
satupun noda yang tertinggal di sini.” Dia hanya menatap tajam dinding yang
kini berlumuran darah segar itu.
“Sebenarnya, apa yang terjadi?” kekhawatiran
terbaca dengan jelas di raut mukanya. “Kalau dugaanku benar, dia sempat ditikam
di sini. Kelihatan dengan tetes yang mulai hilang di lantai ini.” Terkejut, dia
hanya diam. “Tapi yang aku tak mengerti, apa ini? Darah yang mengalir menuju bawah
wastafel. Dan percikan darah di sekitar tembok ini. Seolah-olah benda tajam itu
benar-benar menembus tulang ekor belakangnya.”
“Bagaimana kau tahu, kalau yang tertembus bagian
itu?”
Dia terlihat ragu, “Ya, aku masih belum yakin.
Apakah itu akibat benturan kepala. Tapi anehnya, darahnya bukannya ke bawah
tapi justru ke atas. Kau merasakannya juga bukan?”
“Yang benar saja! Aku juga merasa ada yang aneh
dengan goresan darah yang menjulur ke atas ini.” Dia menunggu cemas, “Siapa
yang paling tinggi di sini?” tanyanya.
Sebelum si hitam manis ini berkata, orang yang di
maksud sudah muncul duluan. “Aku menemukan ini!” sebuah kertas yang sudah robek
sana sini, terlihat di baliknya sebuah tulisan. Kelihatannya masih bisa di
baca, “Ya, ini salah satu bukti bahwa kerusakan toilet itu adalah untuk
menyembunyikan sesuatu di baliknya.” Si jangkung hitam itu mengangguk, “Kau
bisa memanjat?” eh.
“Aku?” dia mengangguk dan menunjuk dinding yang
memisahkan antara toilet pria dan wanita. “Umm, aku tidak yakin. Tapi kalau ada
kursi atau pijakan mungkin kepalaku sedikit bisa melihatnya.”
“Ini,” si hitam manis yang lebih dulu diminta
untuk mempersiapkannya, segera memberikan kursi yang tertanam di ruang panitia
itu. “Baiklah, hati-hati.”
“Okay,” begitu si jangkung hitam ini melonggok.
Dia sangat terkejut,”A...apa, ini?”
Si pria genius ini tersenyum, “Kau temukan dua
garis yang berdempetan seolah itu adalah bekas tali, benar?” si jangkung hanya
mengangguk, perlahan turun.
“Mana yang lain?” tanya si hitam manis, “Entah,
mereka tak temukan apapun.”
“Maaf, sepertinya hanya kertas itu saja yang bisa
kami temukan.” Seketika itu keduanya kembali. “Tidak, kalian. Carilah beberapa
benda, tali sepanjang 2 meter. Tongkat besi atau sejenisnya, yang bisa untuk
menyangga, dan ember. Serta kalau ada, bebatuan juga. Ohya, cermin dan air cuka
serta lap berwarna putih.”
“Untuk apa?” tanya si jangkung putih, “Laksanakan
saja, bodoh! Ayo.” Ajak si jangkung hitam. “Kau, si tinggi, tetap di sini.” Eh,
dia menoleh dan membiarkan ketiga temannya mencari barang yang diminta si
genius ini.
“Apakah kau yakin, sudah memeriksa bilik yang
paling pojok di toilet pria?”
“Iya, memangnya ada apa? Kami belum mengecek lagi
setelah kau peringatkan untuk tidak menghampirinya sejenak.”
“Akan kutunjukkan, bukti bahwa ini adalah
penggelabuan mata.”
“Penggelabuan mata?”
“Ya, kemari.”
Lalu, mereka berdua berpindah menuju toilet pria.
Ketika memasuki bilik yang paling pojok. Si jangkung hitam ini sangat terkejut.
Bagaimana mungkin? Ini bisa muncul tiba-tiba? Darah yang menempel pada kloset
duduk. Yang tadinya bersih mengkilat seolah tak ada apa-apa. Sekarang semuanya
bahkan sampai lantainya bersimpah darah.
“A, a... apa yang sudah terjadi di sini?”
“Aku akan jelaskan nanti, setelah mereka temukan
bendanya.”
“Oh my god...” ujarnya lemas, berharap tak ada
yang terjadi.
Kini, ketiganya telah kembali. Sembari membawa
benda-benda yang diminta si genius ini. Sebelumnya mereka telah diberitahu oleh
si jangkung hitam untuk menemui di toilet pria. Dan ketika mereka melihat isi
di balik bilik paling pojok itu. Tak jauh berbeda dengan respon si jangkung
hitam.
“Bukankah, tadi... aku, aku benar-benar tak
melihatnya! Sungguh!”
“Kalau kau tak percaya, kau bisa tanyakan...”
“Ya, ya aku tahu... Itulah yang kumaksud. Kalian
semua tertipu. Lihatlah pintu ini. Dia sangat rentan untuk di dobrak. Itu
kenapa aku menyuruh kalian mencari ember berisi batu dan tongkat besi atau
semacamnya. Dan juga air cuka serta cermin dan lap putih.”
“Aku tahu, jadi tali ini untuk menjerat dan menariknya
menuju toilet ini?”
“Yep,”
“Kemudian,...” sebelum si kacamata hitam ini
melanjutkannya, “Wait, bagaimana dengan caranya dia menariknya? Apakah dia
lelaki? Karena kalau perempuan jelas tak mungkin.”
“Kau benar, tapi bagaimana kalau sebelumnya itu sudah
diatur sedemikian rupa sehingga tanpa susah payah. Calon si mayat ini meluncur
begitu saja melewati tali yang telah terpasang di atas tembok. Dan tiba di
closet ini yang tertutup begitu sempurna. Hmm?”
“Kami masih belum mengerti. Terutama soal darah.
Bagaimana mungkin itu bisa muncul begitu saja? Padahal kami sudah mencarinya
bahkan dua kali!”
“Ya, itu efek air cuka dan cermin yang terlihat
seolah kembali putih. Serta jangan lupakan lap berwarna putih. Untuk
memanipulasi bahwa tiada noda yang tersisa di sekitar. Bahkan, pada closet ini
dan lantai ini. Kecuali kalau tongkat besi itu ternyata adalah kain lap
lantai.”
“Yang benar saja! Aku mengerti! Kemungkinan,
pelakukanya adalah cewek dengan tubuh tinggi setinggi kau, tapi tidak dengan
dirimu. Dan kemungkinan dia ahli dalam menyamar atau fisikawan.” Timpal si
rambut gondrong.
“Salah! Kau benar soalnya jenis kelamin dan
tinggi badan. Tapi kau keliru kalau lihat dari situ. Coba perhatikan? Semua ini
tidak butuh ilmu. Hanya butuh pengamatan. Dia tahu korbannya menyukai semua
jenis tantangan. Termasuk misteri. Dan dia mencoba mengaplikasikannya.” Terang
si jenius.
“Okay, pokoknya. Sekarang kita harus tahu, di
mana dia?? Harusnya kalau sudah begini dia takkan bisa bergerak. Tapi, kemana
perginya? Seolah-olah dia melayang begitu saja.” Kali ini si jangkung putih
yang angkat bicara.
“Kalau itu, aku belum pasti. Lebih baik, kita
keluar dulu dari sini. Aku takut dia masih di sini, mungkin sekarang sedang
mengamati apa yang kita lakukan.”
Mereka semua mengangguk dan segera keluar secara
terpisah. Meski itu berarti konser mereka harus ditunda.
“Urusan ke mana dia pergi, itu kalian. Aku hanya
membantunya. Tapi kemungkinan, masih ada satu petunjuk lagi. Jadi, kalian
pergilah. Jangan sampai terlihat oleh siapapun. Kalau bisa, kalian harus
sembunyikan benda berharga miliknya. Aku rasa, itulah yang dia cari. Karena aku
lihat ada beberapa titik di mana harusnya itu adalah pecahan dari barang
miliknya yang dia bawa saat kejadian itu. Cepat pergilah!”
“Baik!”
...
Bersambung,